Para Gladiator Yang Membawa Kemenangan Di Tanah Latium


71ildilderby1.jpg Kota Abadi di Roma memang paling jago dalam urusan perang-perangan. Derby ibukota Italia memang selalu menarik untuk dilihat bahkan dari segi diluar pertandingannya pun bisa dibilang juga menarik untuk dilihat. Derby adalah harga diri? Iya betul, derby di kota Roma adalah harga diri yang susah buat dihindarkan. Kebanyang jika kamu adalah pendukung Roma dan Roma mengalami kekalahan dari Lazio, efeknya bisa sampai bulanan menerima cercaan di kantor, sekolah atau pun warung nasi Alberto.
Masih ingat dengan gol Senad Lulic di Final Coppa Italia musim lalu? Gol yang membawa Lazio menjuarai Coppa Italia sekaligus menegaskan bahwa merekalah penguasa kota abadi saat itu. Efek dari itu adalah lahirnya julukan Lulic 71, yang artinya Lulic membawa kebahagiaan bagi Lazio dan membawa keruntuhan bagi Roma di menit 71, menit dimana Lulic mencetak gol kemenangan Lazio.
Dari situlah Roma mulai membangun kembali para Gladiatornya, karena mereka sadar bahwa kekalahan melawa Lazio adalah sebuah bencana besar dan bisa dilihat efeknya saat tempat latihan mereka didemo para Ultras. Efek yang lama sembuhnya bagi suatu klub yang mengalami kekalahan di derby ini.
Tapi Roma sekarang tahu bagaimana mengalahkan Lazio di derby pembuka musim ini. Rudi Garcia pelatih yang hampir sama dengan Vladimir Petkovic saat baru melatih Lazio, mencoba untuk membuat para Romanisti bahagia. Disisi utara, Lazio sebagai klub yang pertama berdiri di kota Roma tentu tidak mau melepas derby musim ini, tapi permasalahannya mereka sedang mengalami rasa ketidakpercayaan pada transfer klub. Kali ini para Garis Keras orang-orang Utara kota Roma yang melancarkan protes setelah Antonio Rozzi, salah satu Aquile harapan Laziale dipinjamkan ke Real Madrid. Entah atas dasar apa Lotito menyerahkan Rozzi ke Real Madrid dengan status pinjaman, dan disitulah Laziale seperti hilang kepercayaan dengan transfer musim ini yang dipersembahkan oleh Lotito.
Gladiator Roma Yang Berperang
Roma memang sudah mempersiapkan segalanya untuk musim ini, torehan 100 persen mereka akan sempurna jika Lazio berada dalam rekor sebagai klub yang dikalahkan. Beruntung Roma memiliki tiga orang Gladiator bernama Francesco Totti, Daniel De Rossi dan juga Alessandro Florenzi. Tiga orang ini yang lahir dari Roma itu sudah disiapkan Rudi Garcia untuk menghadapi para Aquile di pertandingan spesial. Mereka lebih tahu arti pertandingan ini dibandinng pemain lain, mungkin juga mereka mempunyai dendam yang sangat besar usai Coppa Italia.
Strategi jitu Rudi Garcia dalam meredam pemain-pemain Lazio tampaknya berhasil, bisa dilihat bagaimana Miroslav Klose jarang sekali membuat ancaman serius didepan gawang Morgan De Sanctis adalah redaman yang brilian dari Leandro Castan dan Benatia. Dengan kata lain Klose dalam derby kali ini tidak bisa berbuat banyak untuk Lazio.
Roma adalah permainan menyerang bagi Garcia, apalagi materi pemain Roma adalah materi yang memang dirancang untuk menyerang dan terus menyerang. Sosok Pjanic di lini tengah adalah vital, dan hampir sama vitalnya dengan perah Castan di belakang dan Totti di depan. Tanpa Pjanic pula tidak mungkin Roma mendapatkan pinalti dimenit-menit akhir pertandingan.
Setelah gol Balzaretti, Roma memang sudah siap untuk berpesta, setidaknya itulah yang ada di benak Romanisti sejagad. Penalti di menit-menit akhir adalah penegasan bahwa Roma akan menang dan menang hari ini. Wajar jika Roma seperti menyimpan bisul yang gede setelah kekalahan di Coppa musim lalu, kali ini mereka mempersiapkannya dengan matang. Melalui tiga Gladiator Roman yang memimpin perang, Roma mampu mencapai kemenangan pertama musim ini di tanah Latium.
Aquile Yang Terbang Terlalu Rendah
Ini seperti kekalahan yang buruk bagi Lazio, kekalahan mereka diderita oleh dua rival mereka di Serie A yaitu Juventus dan Roma. Nama terakhir adalah nama yang paling tidak mengenakan di jagad utara kota Roma. Perlu diingat bahwa Lazio harusnya bisa mempertahankan kemenangan di Coppa Italia, tapi sekali lagi konfrontasi supporter dengan Presiden Claudio Lotito mencerminkan betapa rendahnya penghormatan untuk sang presiden.
Kebijakan 'gaib' dalam transfer musim ini memang menjadi landasan mengapa Laziale masuk ke stadion setelah 15 menit pertandingan berjalan. Simbol protes hebat kepada presiden memperlihatkan bahwa Aquile sulit terbang tinggi jika para pemainnya saja sudah lelah untuk sekedar berlari.
Faktor usia memang mempengaruhi permainan Lazio ditambah beberapa pemain andalan yang cedera dimenit-menit menjelang derby. Praktis sosok Aquile di Lazio hanya ada dalam diri Federico Marchetti dan sosok Antonio Candreva yang memang asli orang kota Roma. Marchetti dibawah mistar gawang adalah dewa penyelamat Lazio dalam derby kemarin, beberapa kali peluang Roma hampir saja menghasilkan gol jika saja penjaga gawang gondrong itu tidak mempunyai gerak tubuh ala pesenam dengan refleknya yang aduhai.
Untuk derby pertama ini harus diakui bahwa Lazio belum bisa kembali terbang tinggi, tapi kekalahan dari derby akan menimbulkan dendam yang harus segera dituntaskan di derby kedua. Itu harus dan sudah hukumnya bagi kedua klub ini. Harapan orang-orang utara kota Roma adalah menyaksikan orang-orang selatan kota Roma menangis begitupula sebaliknya bahkan hingga akhir dunia pun akan terus seperti ini, hanya menang yang membuat seorang Gladiator dan Aquile bisa tertawa dan menindas musuhnya sehari-hari dengan bukti yang otentik bernama 'Kemenangan'.
LihatTutupKomentar