Warkop DKI, Berawal dari Acara di Radio


Bandung - September 1973 mereka mulai siaran. Waktu siaran setiap hari Kamis pukul 20.30 sampai 21.15 WIB. Tak ada persiapan apa pun. Ide guyonan selalu ditemukan ketika akan siaran. Ceritanya juga seenaknya. Nama “warung kopi” disematkan sebagai tempat yang paling demokratis untuk membicarakan hal-hal hangat di negeri ini.
Agar seru, masing-masing punya aksen berbeda. Kasino menirukan logat China dan Padang. Nanu berdialek Batak, dan Rudy Badil dengan aksen Jawa. Memasuki tahun 1974, Dono direkrut untuk gabung. Saat itu Dono dikenal sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UI yang juga aktivis. Ia tak banyak bicara. Namun sekali nyeletuk, banyak orang tertawa. Apalagi aksen Jawa-nya kental. Unik.
Tanggal 15 Februari 1974, Tanaka tiba di Jakarta. Mahasiswa melangsungkan aksi unjuk rasa di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Saat berlangsung demo anti Tanaka, Wahjoe Sardono alias Dono berada di antara kerumunan massa di kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat. Dono tidak hanya ikut aksi demo. Ia juga sibuk memotret semua peristiwa aksi.
Uniknya, sehari sebelum kejadian, Indro baru pulang dari Filipina menjadi Kontingen Indonesia untuk acara Jambore Internasional. Tiba di Bandar Udara Kemayoran, Jakarta, Indro kaget. Banyak tentara bertebaran. “Saya pikir, kontingen pramuka disambut. Hebat banget,” kata Indro. Ia sempat diminta membawa masuk anggota kontingen ke dalam ruangan VIP. Lantas mereka langsung dilarikan ke rumah kediaman Pakubuwono di Jalan Mendut, Menteng, Jakarta Pusat.
Indro memilih pulang ke rumahnya. Firasat Indro, akan ada kejadian luar biasa di Jakarta. Kasino juga berada di antara massa yang berada di Bandara Halim. Saat itu, dia menjabat sebagai Wakil Senat Mahasiswa FISIP UI. Kasino bahkan sempat dikejar-kejar polisi sampai ke komplek Angkatan Udara yang tak jauh dari bandara. Ia terpojok. Dalam posisi terjepit, Kasino memelas “jangan pukul dong pak, saya kan cuma ikut-ikutan.” Kasino pun tak jadi dipukul.
LihatTutupKomentar